Finansial &Teknologi

Ini Pengertian Istilah Tren Istilah Investasi

  • JAKARTA - Istilah Auto rejection pasti tak asing di kalangan para pelaku investor saham. Bagi Anda yang baru memulai investasi saham, siap siap untuk sering men
Finansial &Teknologi
Joise Bukara

Joise Bukara

Author

JAKARTA - Istilah Auto rejection pasti tak asing di kalangan para pelaku investor saham. Bagi Anda yang baru memulai investasi saham, siap siap untuk sering mendengar istilah ini terutama ketika perusahaan baru melakukan IPO.

Lantas, apa sebenarnya arti ARB dan dan ARA dalam dunia investasi saham?

Melansir dari trenasia.com, sebelum memulai pembahasan, terlebih dahulu kita harus memahami bahwa harga saham di bursa efek sifatnya dinamis. Terkadang bergerak naik, turun, atau tak bergerak sama sekali lantaran transaksi yang sering terjadi di pasar saham.

Pergerakan tersebutlah yang menyebabkan saham, terutama yang baru IPO akan mengalami Auto rejection.

Nilai pada saham tersebut bisa saja mengalami auto rejection atas (ARA) atau auto rejection bawah (ARB).Mengutip dari laman Bursa Efek Indonesia (BEI) Auto rejection adalah batasan maksimum atau minimum kenaikan dan penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan bursa.

Mekanisme ini diciptakan dan diberlakukan guna melindungi investor dari fluktuasi harga saham yang terlalu tinggi. Dalam aplikasinya, Auto rejecttion telah diatur dalam Automated Trading System (JATS) NEXT-G.

Lantas, apa perbedaan ARA dan ARB?

ARA sendiri adalah batasan maksimum kenaikan harga sebuah saham dalam satu hari bursa yang dinyatakan dalam presentase.

Adapun batasan ARA telah ditentukan oleh BEI sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor Kep-00023/BEI/03-3030. Sedangkan besaran ARA tergantung pada harga acuan sahamyang telah dimasukkan anggota bursa ke dalam sistem JATS-NEXT-G tersebut.

Untuk saham dengan harga acuan Rp50 hingga Rp200, ARA akan berlaku ketika kenaikan harga saham mencapai 35 persen. Sedangkan untuk saham dengan harga Rp200 hingga Rp5.000, ARA-nya sebesar 25 persen.

Lalu untuk saham di atas harga tersebut akan diberlakukan ketikan kenaikan menyetuh 20 persen.  

Sebagai contoh, saat IPO PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) pada Agustus lalu, nilai sahamnya melejit hingga 25 persen di perdagangan hari pertama. Saat itu, IPO bukalapak dibanderol dengan harga Rp850 per lembar dan naik menjadi Rp1.060 sehingga saham tersebut mengalami ARA.

Berbalik dengan ARA, ARB adalah batasan maksimum turunnya harga saham dalam satu hari bursa. Penurunan tersebut biasanya terjadi ketika tidak ada order di antrian bid (beli) saham. Padahal, aksi jual banyak terjai.

Adapun ketentuan batas ARB awalnya diberlakukan ketika penurunan mulai menyentuh 20 hingga 35 persen. Namun dikarenakan pandemi, BEI mengoreksi ketentuan ARB menjadi 10 persen dan terakhir menjadi 7 persen.

Ketentuan ARB diberlakukan sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020.

Untuk harga saham  Rp 50 atau kurang dari ARB terjadi ketika penurunan mencapai  7 pesen. demikian pula untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200 dan untuk harga di atas Rp 200 sebesar 7 persen.

Sebagai informasi, khusus saham IPO atau saham yang baru tercatat pertama kali di papan bursa, maka batasan yang berlaku sebesar dua kali dari persentase auto rejection.

Selain itu, bagi investor, catatan pembelian maksimal saham sebanyak 50.000 lot atau 5 persen dari jumlah efek tercatat (mana yang lebih kecil). Bila melampaui jumlah tersebut, maka akan terkena auto rejection.**